Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Jasa Konstruksi


 Postingan ini dibuat selain untuk menjadi catatan bagi penulis, juga mudah-mudah dapat membantu pengusaha jasa konstruksi, utamanya perusahaan baru/kecil yang belum mempunyai staf yang menguasai perpajakan.

Dengan postingan ini, diharapkan para pekerja konstruksi baru/kecil tersebut tidak perlu sampai dikenakan PPh maksimal, yang tentu akan sangat memberatkan cashflow perusahaan tersebut.

Dasar Peraturan untuk Pengenaan PPh

Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Jasa Konstruksi biasa disebut sebagai PPh Final Pasal 4 Ayat 2, yang merupakan salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga, kemudian detailnya secara terbaru dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008.

Dalam PPh Final Pasal 4 Ayat 2, disebutkan bahwa Usaha Jasa Konstruksi terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

  1. Jasa Perencanaan Konstruksi: Konsultan Perencana Arsitektur, Konsultan Perencana Rekayasa, Konsultan Perencana Tata Ruang.
  2. Jasa Pelaksanaan Konstruksi: Kontraktor Umum, Kontraktor Spesialis, Kontraktor Design & Build, Kontraktor EPC.
  3. Jasa Pengawasan Konstruksi: Konsultan Pengawas Arsitektur, Konsultan Pengawas Struktur, Konsultan Pengawas Rekayasa, Konsultan Pengawas Tata Ruang.

Dari pembagian kategori jasa konstruksi di atas, menurut Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, tarif PPh kemudian dibagi menjadi beberapa porsi berikut:

  • 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
  • 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
  • 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
  • 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan 
  • 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha

Kualifikasi Usaha Kecil/Non-Kecil menurut PP 51 Tahun 2008 adalah adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). 

Dengan kata lain, yang digunakan dasar penentuan tarif PPh Final Pasal 4 Ayat 2 Jasa Konstruksi adalah Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan bukan Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) yang berdasarkan informasi terakhir sudah dihapuskan.

Karena PPh adalah pajak yang langsung dipotong oleh Pemberi Kerja, sudah selayaknya Penyedia Jasa (Kontraktor) menerima bukti pemotongan PPh dari Pemberi Kerja. Berbeda dengan PPN dimana Penyedia Jasa yang wajib mengirimkan bukti SPT PPN atas Faktur Pajak yang sudah diserahkan saat memasukkan dokumen tagihan. (Catatan: tidak berlaku untuk Pemberi Kerja Pemerintah/BUMN atau Lembaga/perusahaan khusus lain yang merupakan Wajib Pungut).

DOWNLOAD PERATURAN

You Might Also Like

0 komentar